Penafian: Pandangan, opini, dan analisis yang diberikan oleh para pembicara tamu dan peserta adalah milik mereka sendiri. Mereproduksi mereka di situs web kami tidak menyiratkan bahwa mereka didukung oleh Neyen.
Pengantar REDD+
Lokakaryake-6 inFUSE Accelerator menggali kriteria utama yang dianggap penting oleh Badan Verifikasi (VVB) untuk menghasilkan Dokumen Desain Proyek (PDD) yang berkualitas tinggi, khususnya di sektor kehutanan. Sarfina Adani, seorang konsultan dari Neyen, memperkenalkan konsep dasar REDD+, sebuah inisiatif untuk mengurangi emisi dari deforestasi dan degradasi hutan di negara-negara berkembang, termasuk kegiatan-kegiatan tambahan yang berhubungan dengan hutan yang melindungi iklim. Dokumen Desain Proyek (Project Design Document/PDD) memainkan peran penting dalam proyek karbon hutan seperti REDD+ sebagai cetak biru yang merinci tujuan, metodologi, dan hasil yang diharapkan dari proyek tersebut. Kualitas PDD sangat penting, karena berfungsi sebagai dasar untuk validasi dan verifikasi oleh badan-badan yang berwenang (VVB).
REDD+ di Indonesia
Indonesia telah menjadi yang terdepan dalam REDD+ karena negara ini telah membuat langkah yang signifikan dalam memerangi deforestasi dan degradasi hutan. Indonesia memiliki Strategi Nasional REDD+ untuk mencapai net-sink pada tahun 2030 di sektor kehutanan dan penggunaan lahan lainnya (FOLU). Strategi ini bertujuan untuk meningkatkan praktik-praktik berkelanjutan, penegakan hukum dan kepatuhan di sektor FOLU; memperkuat arsitektur REDD+ dan sistem registrasi nasional (SRN); serta meningkatkan mata pencaharian masyarakat yang bergantung pada hutan.
Kriteria untuk Verifikasi dan Validasi
Uus Usman, pembicara tamu dari PT Sucofindo, mempresentasikan tentang ekosistem Pasar Karbon di Indonesia dengan penekanan pada implementasi di sektor FOLU. Dalam mengembangkan PDD yang kuat, yurisdiksi mungkin memiliki kriteria tertentu yang harus dipenuhi oleh pengembang proyek. Verifikasi dan validasi dapat memberikan manfaat bagi para pemangku kepentingan dalam memastikan kualitas aksi mitigasi dengan meningkatkan transparansi, efisiensi, dan akuntabilitas dalam mengatasi perubahan iklim. Di Indonesia, setidaknya satu dari tiga kriteria metodologi harus dipenuhi untuk penerbitan SPE-GRK dari Pengurangan Emisi, yang diatur dalam Permen LHK No. 21/2022:
- Ditetapkan oleh Direktur Jenderal;
- Ditentukan oleh Badan Standardisasi Nasional; atau
- Diakui oleh UNFCCC
Mempersiapkan PDD Berkualitas Tinggi
Sesi tanya jawab
Para peserta berdiskusi dalam sesi tanya jawab, dengan perwakilan dari pengembang proyek, firma hukum, dan OMS. Salah satu peserta bertanya tentang pendekatan yang tepat dalam mempersiapkan PDD untuk proyek Perhutanan Sosial untuk berpartisipasi dalam Pasar Karbon. Menjawab pertanyaan ini, Uus menekankan pentingnya memahami kerangka kerja peraturan yang ada yang menguraikan prosedur pelaksanaan perdagangan karbon, termasuk memanfaatkan template PDD yang dilampirkan dalam Permen LHK No. 07/2023 untuk Sektor FOLU.
Pengembang proyek, lanjut Uus, harus dapat menunjukkan transparansi, akurasi dan akuntabilitas proyek sebelum mengajukan permohonan pendanaan kepada penyandang dana. Dalam hal ini, pengembang proyek dapat meminta bantuan untuk menyusun PDD dari lembaga seperti Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup (BPDLH). Namun, saat ini tidak ada mekanisme biaya yang jelas atau persentase tetap dalam proses verifikasi dan validasi yang dapat memberikan insentif bagi VVB lokal.
Perlindungan sosial
Peserta lain bertanya tentang langkah-langkah pengamanan sosial sebagai bagian penting dari PDD. Dalam praktiknya, hal ini dapat menjadi proses yang rumit karena kriteria yang tidak jelas. Dalam konteks ini, Permen LHK No. 07/2023 telah mencantumkan persyaratan dasar bagi pengembang proyek dalam mengimplementasikan kegiatan mitigasi di Sektor FOLU, yang mencakup elemen-elemen upaya perlindungan. Namun, jelas bahwa Indonesia mungkin perlu menguraikan kriteria kelayakan dalam memastikan perlindungan lingkungan dan sosial dan tidak hanya mengandalkan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL).
Kurangnya metodologi
Terdapat diskusi mengenai kurangnya metodologi yang disetujui dalam sistem registri nasional (SRN) yang telah menghambat implementasi proyek. Meskipun saat ini hanya empat (4) metodologi yang disetujui di SRN untuk proyek-proyek FOLU, pengembang proyek dapat mengajukan metodologi baru untuk menjalani proses peninjauan yang diperlukan. Untuk mengatasi masalah ini, Indonesia mungkin perlu menyelaraskan SRN dengan standar internasional seperti Verra dan Gold Standards - yang telah memiliki berbagai metodologi yang disetujui untuk proyek FOLU.