Spanduk acara untuk inFUSE Accelerator - Kekuatan koordinasi dan kemitraan kolaboratif untuk mencapai keberhasilan Karbon Biru

Ringkasan lokakarya: Kekuatan koordinasi dan kemitraan kolaboratif untuk mencapai keberhasilan Karbon Biru

Laporan ringkasan lokakarya inFUSE Accelerator Pasar Karbon di Jakarta, 4 September 2024

Penafian: Pandangan, opini, dan analisis yang diberikan oleh para pembicara tamu dan peserta adalah milik mereka sendiri. Mereproduksi mereka di situs web kami tidak menyiratkan bahwa mereka didukung oleh Neyen.

Mengatur suasana

Sarfina Adani, Konsultan di Neyen memulai lokakarya dengan presentasi latar belakang tentang gambaran umum karbon biru.

Sebagai negara kepulauan, Indonesia menyumbang sekitar 17% dari Stok Karbon Biru Global. Berdasarkan data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Indonesia memiliki cadangan restorasi mangrove seluas 3,36 juta hektar, yang merupakan yang terluas di dunia. Mangrove juga memiliki potensi untuk menyerap emisi karbon hingga 11 mtCO2 per tahun di Indonesia. Indonesia kemudian memasukkan konsep "Ekonomi Biru", yang dapat mencakup karbon biru, sebagai bagian dari transformasi ekonomi dalam mencapai visi Indonesia Emas 2045.

Karbon Biru mengacu pada karbon dioksida yang tersimpan di ekosistem pesisir dan laut, seperti hutan bakau, rawa-rawa asin, dan lamun. Karbon biru berperan penting dalam upaya mitigasi dan adaptasi perubahan iklim. Karena kapasitas penyimpanannya yang sangat besar, dengan potensi penyerapan 3-7 kali lebih tinggi dibandingkan dengan hutan terestrial, ekosistem pesisir menawarkan peluang yang sangat besar untuk kegiatan mitigasi. Manfaat lain seperti perlindungan dari banjir dan pemberdayaan masyarakat lokal juga sangat berharga untuk langkah-langkah adaptasi dan menjadi alasan mengapa kegiatan karbon biru perlu ditangani secara serius.

Peluang dan tantangan implementasi karbon biru di Jawa Barat

Pembicara tamu Eka Jatnika Sundana, Kepala Bidang Ekonomi & Sumber Daya Alam Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Provinsi Jawa Barat (Bappeda Jabar) memaparkan peluang dan tantangan implementasi karbon biru di beberapa daerah di Jawa Barat. Jawa Barat dikenal memiliki potensi karbon biru dan dengan tingkat produksi perikanan budidaya yang tinggi, Jawa Barat merupakan yang terbesar kedua di Indonesia. Namun, data dari Bappeda Jabar menunjukkan bahwa rata-rata kontribusi sektor Ekonomi Biru terhadap PDRB Jawa Barat dalam 5 tahun terakhir masih rendah, sekitar 2% yang sebagian besar disumbangkan oleh sektor perikanan. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh tantangan pembangunan lain di Jawa Barat yang menjadi prioritas pemerintah, seperti kemiskinan ekstrim dan stunting.

INDEKS EKONOMI BIRU INDONESIA - POTENSI JAWA BARAT

Kebutuhan akan kerangka kerja dari atas ke bawah yang terukur

Eka juga menambahkan bahwa definisi operasional "ekonomi biru" masih terbatas pada sektor-sektor konvensional (perikanan tangkap, perikanan budidaya, dan pengolahan ikan). Selain itu, Indeks Ekonomi Biru Indonesia (IBEI), yang dikembangkan oleh Bappenas untuk implementasi ekonomi biru di daerah-daerah di Indonesia, belum memiliki metode penilaian terstandarisasi yang jelas (misalnya, menggunakan "kualitas baik" untuk indikator). Hal ini berarti bahwa daerah seperti Jawa Barat hanya akan dapat memaksimalkan potensi karbon biru mereka dan menjalankan ekonomi biru (bottom-up) ketika pemerintah pusat Indonesia memastikan bahwa kerangka kerja dirancang dengan skalabilitas dan penerapan (top-down).

Empat tantangan utama bagi ekosistem karbon biru di Indonesia

Selama diskusi Amrullah Rosadi dari Indonesia Climate Change Trust Fund (ICCTF) menyoroti empat tantangan utama bagi ekosistem karbon biru di Indonesia:

  1. tidak tersedianya peta jalan karbon biru;
  2. kurangnya data yang diperbarui untuk data dasar dan pemantauan;
  3. karbon biru kurang diprioritaskan dalam NDC Indonesia; dan
  4. perlunya mengarusutamakan kebijakan karbon biru ke tingkat provinsi/kabupaten.

Perlunya kemitraan

Amrullah menekankan bahwa kemitraan sangat penting dalam mengatasi tantangan yang kompleks dan saling terkait dengan pengelolaan ekosistem karbon biru.

Kemitraan dapat meningkatkan ekosistem karbon biru dengan mengambil langkah-langkah penting seperti pengaruh kebijakan, pembagian sumber daya, kolaborasi berbagai pemangku kepentingan, keterlibatan masyarakat, serta pemantauan dan penelitian. Saat ini, terdapat sepuluh kementerian/lembaga utama di Indonesia yang terlibat dalam proses pembuatan kebijakan pengelolaan karbon biru, yang dikategorikan ke dalam dua kelompok yang berbeda:

  1. koordinasi dan kebijakan;
  2. dan implementasi teknis.

Kementerian Koordinator BidangKemaritiman dan Investasi(Kemenkomarves) memegang peran utama dalam koordinasi antar lembaga.

Kepemilikan yang tidak jelas dalam ekosistem karbon biru

Sesi tanya jawab yang meriah ini melibatkan perwakilan dari berbagai sektor dan latar belakang seperti pengembang proyek, firma hukum, organisasi masyarakat sipil, dan pemerintah. Para peserta sepakat bahwa keterlibatan sektor swasta sangat penting untuk mengeksplorasi potensi karbon biru di Indonesia. Isu lain yang diangkat adalah ketidakjelasan regulasi kepemilikan karbon dalam ekosistem karbon biru, terutama untuk hutan bakau. Seorang peserta, yang merupakan bagian dari pengembang proyek, membagikan pengalamannya tentang proses yang panjang dan rumit dalam mendapatkan izin konsesi untuk proyek-proyek kehutanan. Hal ini bahkan dapat menjadi lebih buruk bagi karbon biru karena kurangnya perhatian yang diterima dari pemerintah, tambah peserta tersebut.

Mengatasi tantangan utama untuk membuka Potensi Karbon Biru Indonesia

Masyarakat internasional telah melirik potensi kredit karbon berbasis alam di Indonesia, termasuk dari proyek-proyek karbon biru. Namun, para peserta sepakat bahwa karbon biru masih dianggap kurang menjadi prioritas untuk dijual di pasar karbon meskipun sudah ada peraturan seperti Perpres 98/2021 dan Permen LHK No. 21/2022. Isu-isu seperti kerangka kerja peraturan yang tidak jelas, kurangnya koordinasi antar kementerian, dan proses administrasi yang berbelit-belit sering kali membuat investasi menjauh. Jika isu-isu ini tidak ditangani dengan baik, hal ini dapat mengancam daya tarik kredit karbon biru dan menghambat visi "ekonomi biru" di Indonesia.

Bahan

Pengantar Karbon Biru

dipresentasikan oleh Sarfina Adani, Konsultan, Neyen

Pengembangan Kerangka Kerja Ekonomi Biru di Tingkat Daerah: Studi Kasus Provinsi Jawa Barat

dipresentasikan oleh Eka Jatnika Sundana, Kepala Bidang Ekonomi & Sumber Daya Alam Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Provinsi Jawa Barat (Bappeda Jabar)

Mendukung Pemerintah dalam Pengelolaan Karbon Biru di Indonesia

dipresentasikan oleh Amrullah Rosadi, Indonesia Climate Change Trust Fund (ICCTF)

Perekaman acara lengkap

Acara yang akan datang

Untuk mengetahui tentang acara yang akan datang dan mendaftarkan minat Anda, lihat kalender acarainFUSE Accelerator .
Bagikan Postingan:

Posting Terkait